Dari gerobak menjadi global brand: Kisah Shake Shack yang menginspirasi

Dalam beberapa tahun belakang, kita diperlihatkan fenomena bisnis F&B yang sedang hot dan trendy, yaitu “happening coffee movement” atau “pergerakan kopi kekinian”. Berawal dari kegemaran middle class di Indonesia khususnya di kota-kota besar mengonsumsi kopi, akhirnya mulai bermunculan pemain-pemain kopi baru yang memiliki twist berbeda dari yang full service coffeeshop seperti Starbucks atau Coffee bean. Mereka hadir dengan rasa yang tidak kalah dengan yang premium tapi dengan harga miring yang ramah dengan kantong. Sebut saja Kopi Kenangan, Janji Jiwa, Kopi Soe, dan masih banyak lagi meramaikan industri baru yang sibuk mendisrupsi dan sedang berkembang pesat ini. Mereka fokus dengan kecepatan, lokasi yang strategis, dan berkolaborasi dengan jasa pengantaran online. Alhasil, banyak segmen kelas menengah dimanjakan dengan strategi tersebut dan berpindah secara volume pembeliannya.

Tetapi saya tidak ingin membahas kopi dan keseruannya di artikel ini. Saya ingin membahas fenomena terbaru di dunia F&B setelah “happening coffee movement” tersebut. Saya memberikan titelnya: Burgervolution. Di tahun pandemik 2020 ini, fenomena burger meruak ke permukaan. Banyak pelaku UKM menemukan sesuatu di makanan khas budaya barat untuk dituangkan ke dalam bisnis utama mereka. Instead of selling chicken and beef, let’s create burgers and make people happy—mungkin itu yang ada di benak pelaku UKM melihat peluang besar ini. Memang ketika di era 2000’an ada sebuah burger joint yang sempat happening bernama Burger Blenger yang terkenal dengan saus melimpah nan sedapnya. Mereka masih bertahan hingga kini, tapi pemain-pemain baru muncul dan mencoba untuk mendisrupsi fast food global chain restaurants seperti McDonald’s, Burger King, Carl’s Jr, A&W, KFC, dan lainnya. Dengan rasa yang tidak kalah nikmat dan harga yang miring (sekilas caranya mirip dengan para happening coffee players) mereka mencoba merebut pasar yang sudah lama eksis di Indonesia. Sebut saja Luberger, Lawless Burger, Burger Bros, dan Flip burger; mereka sudah terkenal di mata dan hati para anak-anak muda pecinta makanan sandwich gempal ini.

Cukup dengan perkembangan fenomena burger di Indonesia. Saya mau mengulas nama lain yang cukup populer di Amerika Serikat dengan kisah suksesnya. Tidak ada lain adalah Shake Shack, sebuah fast food restaurant dengan kisah permulaan yang begitu sederhana tapi dengan tekad yang kuat untuk besar dan sukses yang akhirnya bisa tercapai. Jujur saja, saya sebagai pecinta burger belum pernah mencoba Shake Shack, tapi saya mengetahui dan menyimak perjalanan mereka lewat media massa yang sering menggaungkan nama dan kualitasnya. Saya mengharapkan artikel ini bisa menginspirasi para pemain burger lokal untuk terus meningkatkan levelnya secara bisnis dan kualitasnya seperti yang dicontohkan oleh Shake Shack.

Shake Shack dimulai bisnisnya secara sederhana dari sebuah hot dog cart di taman kota Madison Square kota New York pada tahun 2001. Singkat cerita, usaha gerobakan itu meningkat pesat karena membludaknya pelanggan yang mengantre untuk sebuah burger dan hot dog. Sejak awal mereka tidak pernah berkompromi dengan kualitas dan rasa yang mengakibatkan word of mouth yang dilakukan oleh para pelanggan sebagai sumber sosialisasi promosi paling efektif dilakukan oleh Shake Shack. Setiap hari gerobak itu terus dikerubungi oleh ratusan pelanggan yang rela menunggu berjam-jam hanya untuk mendapatkan burger atau hot dog. Akhirnya, terbentuklah brand yang hebat secara perlahan-lahan yang diikuti oleh komunitas yang tidak sengaja terbentuk dengan sendirinya. Inilah kunci kesuksesan yang menjadi pondasi dasar dari pembangunan brand dan bisnis yang berorientasi pada profit, kualitas dan komunitas.

Pada tahun 2004, Danny Meyer, founder dari Shake Shack yang sudah berpengalaman di industri restoran ingin membesarkan Shake Shack menjadi perusahaan yang lebih stabil dengan meninggalkan gerobak dan berubah bentuk menjadi sebuah kios restoran dengan meja dan bangku yang banyak di sekitaran taman. Ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan juga penjualan untuk bisa mengimbangi permintaan yang semakin membludak. Di momen ini, mereka menambahkan menu milk shake yang menjadi pelengkap sebagai positioning utama dibandingkan dengan para kompetitornya. Itulah yang mendasari nama brand nya menjadi Shack Shake.

Dengan mereka menawarkan kualitas tinggi pada setiap produknya, mereka tidak malu-malu menjualnya dengan harga yang lebih diatas dari para pesaingnya ya jauh lebih dulu besar. Market yang dewasa dan kepedulian pada kualitas menjadi alasan mereka berani untuk memasang harga yang lebih mahal, dengan terus mengembangkan menu-menu baru unik kepada para pelanggannya. Selain burger dan hot dog, mereka juga menjual frozen custard yang mereka klaim menggunakan gula asli, aneka minuman ringan, minuman berakohol, hingga makanan buat anjing buat pelanggan yang sedang membawanya ke taman. Pilihan menu tersebut benar-benar memperlihatkan fokusnya mereka pada makanan dan minuman yang berkualitas tinggi untuk para segmen kelas menengah dan atas yang mereka incar.

Shake Shack bertumbuh menjadi sebuah icon baru di kota New York. Gak afdol ke NY kalo gak ke Shake Shack menjadi sebuah go-to expression bagi para pelancong yang menjadikan restoran ini menjadi situs destinasi wajib yang sedang plesiran ke NY untuk mencoba Shake Shack. Ditambah juga, obrolan viral antar pelanggan dan publisitas ke media massa semakin membahana di jagat jejaring sosial dan pemberitaan. Alhasil, meski staf nya bertambah, kapasitas meja dan bangku bertambah, antrian pelanggan semakin memanjang. Di fase ini, Shake Shack bukan hanya sekedar menawarkan sajian burger dan milk shake lagi, tapi sebuah pengalaman.

Dengan ombak viral kesuksesan itu, Shake Shack memaksimalkan momentumnya untuk berekspansi secara agresif dan masif. Tidak tanggung-tanggung mereka langsung menambah gerai di lokasi-lokasi strategis di kota New York dan juga kota di pesisir timur Amerika Serikat. Sampai dengan hari ini, Shake Shack sudah hadir di 30 Negara Bagian Amerika Serikat, dan sepertinya akan terus berekspansi lagi ke Negara Bagian lain. Di perjalanannya, akhirnya pada 2015 mereka melakukan IPO untuk melantai di bursa New York Stock Exchange dengan kode “SHAK”. Dengan dana berlimpah yang masuk ke kantong mereka lewat IPO tersebut, digunakan untuk berekspansi lebih kencang lagi.

Lalu pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan ekspansi secara internasional? Shake Shack sebagai pemain baru tidak mau kalah dengan para pesaingnya yang terlebih dulu sukses menjajakan produknya di Kawasan internasional. Mereka langsung unjuk gigi dengan membuka gerai pertama kalinya di luar kandang yaitu Jepang dan Uni Emirat Arab—yang akhirnya diikuti dengan Negara baru lainnya. Menurut website resminya, Shake Shack sudah berekspansi ke-14 Negara, seperti Inggris Raya, Bahrain, Turki, Korea Selatan, Qatar, Oman, Filipina, Meksiko, Kuwait, Arab Saudi, dan Cina. Bagaimana dengan Indonesia? Sayangnya, sampai sekarang mereka belum mendarat di Negara tercinta ini, lokasi terdekat jika Anda tertarik untuk merasakan kualitas burger dan milk shake nya adalah di Singapura. Semoga tidak lama lagi kita bisa merasakan kenikmatan menu Shake Shack tanpa harus ke luar.

Saya ingin menambahkan kekuatan positioning yang dimiliki dari Shake Shack selain dari kualitas dan pengalaman yang mereka secara konsisten menawarkan kepada para pelanggannya. Kekhasan yang ditawarkan oleh perusahaan ini adalah terletak dari brand identity nya yang menggunakan warna hijau. Warna yang sepertinya dahulu dijauhi oleh fast food restaurant untuk dipakai di identitas logo dan branding nya. Umumnya, warna yang sering dipakai oleh fast food restaurant adalah merah dan kuning seperti pada KFC, McDonald’s, Burger King, Pizza Hut, dan lain sebagainya. Menurut para pendirinya, penggunaan warna hijau dan hitam yang dipilih para pendirinya bukan hanya karena biar terlihat berbeda dengan para kompetitor saja, tapi juga karena asosiasinya yang berarti pada kesegaran, kualitas, dan nuansa elegan yang bersatu untuk membentuk persepsi yang baik di mata pelanggan.

Kisah kesuksesan Shake Shack memang tidak dibangun dengan waktu semalam, tapi juga tidak lambat. Untuk umur perusahaan yang masih relatif belum lama, mereka sudah bisa bersaing secara sejajar dengan nama-nama besar yang terlebih dulu menguasai dunia. Mereka ingin terus menjaga kualitas produknya dan juga menawarkan pengalaman yang lebih agar bisa membentuk komunitas loyal para pelanggannya. Kunci itu yang terus mereka jaga agar terus bisa bertumbuh secara berkelanjutan.

Semoga para pemain burger dan fast food lokal Indonesia bisa mengikuti jejak Shake Shack yang mengawali perjalanannya dari sebuah kesederhanaan untuk terus berusaha secara konsisten agar bisa menjadi sebuah global chain restaurant yang sukses dan berani untuk besar dengan berekspansi dan melakukan IPO.

Ready to have great digital presence and grow together?

Servication was born because we want to be your helpful friend to create seamless digital experiences and make your tech life easier.

With video call

Talk to us about what is your need and how we can help you.

Book a call
Write our form

Write down about your project, budget and other details about your future website.

Send message